BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kopi
merupakan bahan minuman tidak saja terkenal di Indonesia tapi juga
terkenal di seluruh dunia. Hal ini disebabkan karena kopi baik yang
bentuk bubuk maupun seduhannya memiliki aroma yang khas yang tidak
dimiliki oleh bahan minuman lainnya.
Pada
mulanya orang memanfaatkan sari dari daun muda dan buah segar sebagai
bahan minuman yang diseduh dengan air panas. Kegemaran minum kopi cepat
meluas ke seluruh dunia setelah ditemukan cara-cara penggunaan dan
pengolahan yang lebih sempurna, yaitu dengan menggunakan kopi yang sudah
masak, terlebih dahulu dikeringkan dan kemudian bijinya disangrai lalu
dijadikan bubuk sebagai bahan minuman.
Bagi
Bangsa Indonesia, kopi merupakan salah satu mata dagangan yang
mempunyai arti yang cukup tinggi. Pada tahun 1981 menghasilkan devisa
sebesar $347.8 juta dari ekspor kopi sebesar 210.8 ribu ton. Nilai ini
terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat Pada tahun 1988 sudah
mampu menghasilkan devisa sebesar $ 818.4 juta dan menduduki peringkat
pertama diantara komoditi ekspor sub sector perkebunan.
Komoditas
kopi merupakan ekspor Indonesia non migas yang memberikan kontribusi
dalam peningkatan devisa Negara. Pada tahun 2007, ekspor non migas
meningkat sebesar 15,5 persen, dengan kontribusi sektor pertanian
sebesar 4,3 persen, sector manufaktur sebesar 82,6 persen, dan sektor
pertambangan sebesar 13,1 persen. Ekspor pertanian dan pertambangan
tumbuh sebesar 17,0 persen dan 7,8 persen. (Bab 16 Peningkatan Investasi
dan Ekspor Non Migas 2008 ; II 16-3).
Tabel 1.1
Data Jumlah Produksi Kopi, Jumlah Ekspor Kopi dan Nilai Devisa Kopi di Indonesia Pada Tahun 2000 – 2008
Periode
|
Tahun
|
Jumlah Produksi Kopi di Indonesia (dalam ribuan ton)
|
Jumlah Ekspor Kopi di Indonesia (dalam ribuan ton)
|
Nilai Devisa Kopi (dalam Jutaan US$)
|
1
|
2000
|
613,5
|
345,8
|
339,9
|
2
|
2001
|
589,6
|
254,8
|
203,5
|
3
|
2002
|
681
|
322,5
|
248,8
|
4
|
2003
|
674,4
|
320,8
|
250,9
|
5
|
2004
|
647,4
|
338,8
|
281,6
|
6
|
2005
|
640,4
|
442,7
|
497,8
|
7
|
2006
|
682,2
|
411,5
|
583,2
|
8
|
2007
|
686,8
|
332,7
|
500
|
9
|
2008
|
679,1
|
325
|
500
|
Jumlah
|
5894,4
|
3094,6
|
3405,7
|
Sumber : BPS (2008)
Perkebunan
kopi memberikan kontribusi dalam peningkatan ekspor pertanian di
Indonesia. Ekspor kopi Arabika Gayo sebelumnya mengalami penurunan
akibat dari konflik yang berkepanjangan, namun setelah perdamaian
Agustus 2005 mengalami peningkatan dan mendapatkan nilai jual lebih atas
keadaan social di Aceh pasca tsunami dan konflik.
Keunggulan
bersaing suatu produk dapat dilihat dari segi harga yang bersaing
dipasaran internasional untuk nilai ekspor, hal ini dapat kita lihat
dari hasil data harga dan jumlah yang diekspor dari organisasi kopi
internasional Internasional Cofee Organization (ICO). Daya saing kopi
Arabika Gayo masih tidak maksimal disebabkan adanya image bahwa
Indonesia belum mampu memproduksi olahan sesuai permintaan pasar
internasional, serta ketatnya persaingan pasar produk kopi olahan dengan
sertifikasi atas kemurnian dan standarisasi kualitas ekspor.
Keunggulan
bersaing suatu produk juga dilihat dari merek yang sudah dikenal dan
menjadi daya tarik tersendiri. Kopi arabika dari Aceh telah dijual
dengan nama Gayo Mountain Coffee yang memiliki perasa (flavor) kaya (rich), komplek, kemasannya bagus, lembut dan bodinya tinggi. Beberapa kalangan bahkan menilai kopi Aceh memiliki body tertinggi
didunia. Penggunaan kata Gayo pada label produk kopi, yang akan
diekspor ke Belanda. Ini memiliki arti penting dalam bidang pemasaran
karena dapat menaikkan harga. Apabila kata Gayo itu dihilangkan dari
label, menurutnya, konsumen tidak akan mengetahui lagi asal barang itu,
sehingga harganya sangat murah. Belanda telah mendaftarkan kopi Gayo
sebagai merek dagang untuk produk kopi. Artinya, secara hukum merek kopi
Gayo memang dilindungi oleh undang-undang setempat. Kopi Gayo diketahui
didaftarkan oleh pengusaha Belanda sebagai merek dagang di Belanda,
sehingga eksportir kopi dari Daerah Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam,
tidak bisa mengekspor komoditas itu dengan menggunakan merek Gayo. Brand atau
merek suatu produk merupakan kekuatan dan juga akan menjadi tantangan.
Perdagangan kopi Arabika Gayo dapat bersaing meskipun ditolak di Belanda
untuk dapat diperdagangkan karena pemakaian kode etik brand yang telah dilakukan lebih dulu telah terdaftar di Belanda.
Data
perkebunan kopi dari Ditjen Perkebunan 2006 menyebutkan luas areal
seluas 1.308.732 hektare 96 Persen diantaranya milik perkebunan rakyat
sisanya 4,10 persen diusahakan dalam bentuk perkebunana besar, dengan
volume ekspor sebesar 413.500 ton, dengan total produksi sebesar 743.409
ton. Tingkat produktivitas rata-rata ini sebesar 792 kg biji kering
pertahun, tingkat produktivitas tanaman kopi di Indonesia cukup rendah
bila dibandingkan dengan Negara produsen uatma kopi di dunia lainnya,
seperti Vietnam (1.540 kh/hectare/tahun). (Kominfo Newsroom-Bhr/id/b).
Pada
tabel berikut menunjukkan bahwa jumlah komoditi kopi dan ekspor
pertahun (ton) dari setiap provinsi di Indonesia dalam menunjang ekspor
di Indonesia.
Tabel 1.2 Produksi dan Ekspor rata-rata per tahun
No
|
Province
|
Average Production per Year (ton)
|
Average Export per Year (ton)
| |
1.
|
Aceh
|
40.000
|
4.500
| |
2.
|
Nort Sumatera
|
25.000
|
40.000
| |
3.
|
West Sumatera
|
10.000
|
3.500
| |
4.
|
Bengkulu
|
40.000
|
1.500
| |
5.
|
South Sumatera
|
100.000
|
40.000
| |
6.
|
Lampung
|
90.000
|
200.000
| |
7.
|
Jakarta
|
-
|
1.500
| |
8.
|
Middle Java
|
13000
|
9.000
| |
9.
|
East Java
|
15.000
|
20.000
| |
10.
|
Bali
|
15.000
|
500
| |
11.
|
N T T
|
10.000
|
2.500
| |
12.
|
South Sulawesi
|
10.000
|
2.500
| |
Volume / Type
|
Average 305.000 ton/year
| |||
- Green Coffee
|
97,6%
| |||
- Roast & Ground (R&G)
|
1,4%
| |||
- Soluble Coffe
|
0,8%
| |||
- Roasted Coffee
|
0,2%
| |||
Domestic Market
|
: 120.000 – 140.000 ton/year
| |||
Stock
|
: 15.000- 30.000 ton/year
| |||
Sumber data : http://indonesiacoffeebean.com/
Kopi
Arabika memiliki nilai jual lebih baik diluar negeri dibandingkan dalam
negeri. Perdagangan kopi di tingkat local dipengaruhi oleh permintaan
atas konsumsi. Harga jual kopi Arabika dan Robusta di pasaran local
tidak ada perbedaan harga yang berarti. Begitu juga dengan konsumsi kopi
di Indonesia lebih dominan pada konsumsi kopi Robusta dibandingkan
Arabika. Pemasaran kopi Arabika Gayo lebih diperuntukkan pada
perdagangan ekspor untuk mendapatkan nilai jual yang lebih baik.
Persaingan dalam perdagangan local, nasional dan internasional merupakan
dasar mengapa diperlukan keunggulan bersaing untuk dapat bertahan
maupun meningkatkan harga diatas rata-rata.
1.2 Prinsip-Prinsip Pengolahan
Sebelum
kopi dipergunakan sebagai bahan minuman, maka terlebih dahulu dilakukan
proses roasting. "flavor" kopi yang dihasilkan selama proses roasting
tergantung dari jenis kopi hijau yang dipergunakan, cara pengolahan biji
kopi, penyangraian, penggilingan, penyimpanan dan metoda penyeduhannya.
Biji
kopi yang diolah adalah biji kopi yang sudah dikeringkan dengan kadar
airnya berkisar antara 12-13%. Permukaan bijinya sudah bersih dari
lapisan kulit tanduk dan kulit ari. Biji kopi demikian sering disebut
sebagai biji kopi beras. Biji kopi WP adalah biji kopi beras yang
dihasilkan dari proses basah (Wet Process) dan biji kopi DP adalah biji kopi beras yang dihasilkan dari proses kering (Dry Process).
Tahapan
pengolahan semi basah (kebutuhan air untuk pengolahan lebih sedikit
dari pengolahan basah secara penuh) untuk buah kopi petik merah dan
pengolahan kering untuk buah campuran kuning merah.
Secara
garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara
pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang disebut
penolahan buah kopi secara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi
secara basah biasa disebut W.I.B (West Indische Bereiding), sedangkan
pengolahan cara kering biasa disebut O.I.B (Ost Indische Bereiding).
Perbedaan pokok dari kedua cara tersebut diatas adalah pada cara kering
pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah
kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging buah
sewaktu masih basah.
Kunci
dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini
merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam
biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi secara alami mengandung
cukup banyak senyawa organik calon pembentuk citarasa dan aroma khas
kopi. Waktu sangai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau
sering disebut derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji
kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman.
Setelah
proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan didalam bak
pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan proses
penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong ( over roasted ).
Pendiginan dilakukan dengan melewatkan udara lingkungan dengan laju
aliran 600 m3 per jam kedalam massa biji kopi. Selam pendinginan biji
kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan lebih cepat dan
merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan sisa
kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai.
Biji
kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran
kopi bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas
permukaan yang relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh.
Dengan demikian, senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah
larut kedalam air penyeduh.
Salah
satu perubahan kimiawi biji kopi selama penyangraian dapat dimonitor
dengan perubahan nilai pH. Biji kopi secara alami mengandung berbagai
jenis senyawa volatil seperti aldehida, furfural, keton, alkohol, ester,
asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap. Makin
lama dan makin tinggi suhu penyangraian, jumlah ion H+ bebas didalam seduhan makin berkurang secara signifikan.
Biji
kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa calon pembentuk
citarasa dan aroma khas kopi antara lain asam amino dan gula. Selam
penyangraian beberapa senyawa gula akan terkaramelisasi menimbulkan
aroma khas. Senyawa yang menyebabkan rasa sepat atau rasa asam seperti
tanin dan asam asetat akan hilang dan sebagian lainnya akan bereaksi
dengan asam amino membentuk senyawa melancidin yang memberikan warna
cokelat.
Rendemen
Kopi Bubuk adalah perbandingan antara berat kopi bubuk dibandingkan
berat kopi beras. Selama penyangraian, berat biji kopi menyusut karena
penguapan air dan senyawa – senyawa volatil serta pelepasan kulit ari.
Bersamaan dengan penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung
didalam biji kopi seperti aldehid, furfural, keton, alkohol dan ester
ikut teruapkan. Biji kopi mengembang ( swelling ) dan berpori – pori.
Penurunan
berat biji kopi selama penyangraian menyebabkan nilai rendemen
berkurang sesuai dengan derajad sangrainya. Nilai rendemen tertinggi
yaitu 81 % diperoleh pada derajad sangrai ringan dan terendah yaitu 76 %
dengan derajad sangrai gelap. Selain karena proses sangrai, susut berat
juga terjadi selama proses penghalusan karena partikel bubuk yang
sangat halus terbang kelingkungan akibat gaya sentrifugal putaran
pemukul mesin penghalus.
1.3 Tinjauan Pemasaran
Struktur
industri pengolahan kopi nasional belum seimbang; hanya 20% kopi diolah
menjadi kopi olahan (kopi bubuk, kopi instan, kopi mix), dan 80% dalam bentuk kopi biji kering (coffee beans).
Industri pengolahan kopi masih kurang berkembang disebabkan oleh faktor
teknis, sosial dan ekonomi. Penerapan teknologi pengolahan hasil kopi
baru diterapkan oleh sebagain kecil perusahaan industri pengolah kopi,
hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi, modal, teknologi, dan
manajemen usaha. Produk industri olahan tersebut sangat berpotensi dalam
memberikan nilai tambah yang tinggi.
Pada
era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin
ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan
produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix, decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee mempunyai
arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai
daya saing tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara
tropis disamping berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi
olahan tersebut diatas, juga berpotensi untuk pengembangan produk
industri pengolahan kopi specialties dengan rasa khas seperti: Lintong Coffee, Lampung Coffee, Java Coffee, Kintamani Coffee, Toradja Coffee.
Wilayah makro
KSP Kebun Kopi rakyat
DEVELOPMENT
AREA PPK
MARKET
AREA I
OUTLET
(Pelabuhan / Pasar)
Ekspor ke luar daerah/Negeri
(MARKET AREA ll)
Gambar 1.1 Konsep ruang pengembangan Pemasaran Kopi Rakyat
Walaupun
Indonesia mempunyai peluang besar untuk pengembangan industri
pengolahan kopi dan mempunyai prospek besar dipasar domistik dan
internasional, namun permasalahan juga sangat kompleks, karena begitu
banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya baik internal maupun eksternal
dan juga faktor perilaku konsumen, fluktuasi harga dan perdagangan kopi
dunia.
Konsumsi
kopi dunia dari tahun 2001 s/d 2008 mengalami kenaikan rata-rata
sekitar 2%. Konsumsi kopi dunia tahun 2008 diperkirakan sebesar 7.680,0
ribu ton, terdiri dari kopi Arabica sebesar 4.909,0 ribu ton dan kopi
Robusta sebesar sebesar 2.771,0 ribu ton. Kenaikan konsumsi kopi dunia
dikarenakan konsumsi kopi dinegara-negara produsen kopi tumbuh sangat
cepat, meskipun di negara-negara konsumen juga mengalami kenaikan.
Pertumbuhan konsumsi kopi yang terjadi di negara-negara produsen seiring
dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara produsen tersebut yang
kebanyakan adalah negara berkembang termasuk Indonesia dan Brazil.
Menurut Konsultan International Coffee Organization (ICO) yaitu P & A Marketing International, memperkirakan bahwa pertumbuhan konsumsi kopi global dalam periode 2005 -2015 meningkat 35,5%.
Meningkatnya
nilai konsumsi kopi dunia menjadi pendorong bagi industri pengolahan
kopi untuk meningkatkan produksinya. Konsumsi kopi Indonesia mengalami
kenaikan rata-rata sekitar 3% setiap tahunnya, lebih tinggi dibanding
pertumbuhan konsumsi kopi dunia yang rata-rata sekitar 2%. Hal tersebut
menjadi peluang bagi industri pengolahan kopi. Namun semakin mahalnya
harga input produksi pertanian seperti pupuk, pestisida, tenaga kerja,
menyebabkan produksi kopi semakin sulit meningkat bahkan bisa jadi
produksi kopi menjadi turun, sedangkan untuk meningkatkan produksi,
industri pengolahan kopi memerlukan suplai bahan baku yang lebih banyak.
Dampak
krisis keuangan dunia dianalisa tidak akan berpengaruh terhadap
konsumsi kopi mengingat kecilnya sharing pengeluaran rumah tangga untuk
minum kopi. Selama supply kopi tetap terjamin dengan harga yang masih
reasanable, maka kemungkinan Pengembangan industri pengolahan kopi akan
tetap menarik dan pengaruh krisis financial global tidaklah signifikan.
Sebagai
negara produsen, Ekspor kopi merupakan sasaran utama dalam memasarkan
produk-produk kopi yang dihasilkan Indonesia. Negara tujuan ekspor
adalah negara-negara konsumer tradisional seperti USA, negara-negara
Eropa dan Jepang. Seiring dengan kemajuan dan perkembangan zaman, telah
terjadi peningkatan kesejahteraan dan perubahan gaya hidup masyarakat
Indonesia yang akhirnya mendorong terhadap peningkatan konsumsi kopi.
Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan dalam
negeri yang pada awal tahun 90an mencapai 120.000 ton, dewasa ini telah
mencapai sekitar 180.000 ton.
Oleh
karena itu, secara nasional perlu dijaga keseimbangan dalam pemenuhan
kebutuhan kopi terhadap aspek pasar luar negeri (ekspor) dan dalam
negeri (konsumsi kopi) dengan menjaga dan meningkatkan produksi kopi
nasional.
1.4 Peramalan Produksi
Sektor
perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa
negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah
komoditas kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional
yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Peran
tersebut dapat berupa pembukaan kesempatan kerja, serta sebagai sumber
pendapatan petani. Menurut Ratnandari dan Tjokrowinoto (1991),
pengelolaan komuditas kopi telah membuka peluang bagi lima juta petani.
Devisa
dari kopi menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Tahun 1960-an
pangsa devisa masih peringkat keenam (Nataatmadja dan Baharsyah, 1982).
Pada tahun 1970 hingga 1990-an melonjak tajam dan menjadi peringkat
kedua sebelum karet dalam sub sektor perkebunan. Pada tahun 1986, kopi
menyumbang devisa lebih dari US $ 800 juta (46,7% dari ekspor komoditi
pertanian).
Lebih
dari 90% produksi kopi Indonesia merupakan produksi kopi rakyat dan
sisanya adalah produksi kopi perkebunan besar milik negara dan swasta.
Sementara dari sisi areal dan produksi terus mengalami peningkatan. Pada
tahun 1980 total areal perkebunan kopi masih 707.5 ribu ha, dan tahun
1993 sebesar1.162.2 ribu ha. Sementara produksi total meningkat dari
294.9 ribu ton menjadi 449.8 ribu ton.
Sejak
tahun 1984, Indonesia termasuk sebagai Negara produsen dan pengekspor
kopi dunia ketiga setelah Brazil dan Columbia. Prospek pengembangan kopi
memiliki potensi yang cukup besar dari segi peningkatan sumber devisa,
dan juga untuk peningkatan pendapatan petani yang pada akhirnya terhadap
perekonomian nasional. Namun usaha tersebut mengalami beberapa kendala
baik dari sisi produksi kopi maupun dari pasar kopi baik domestik maupun
ekspor.
Perkembangan produksi kopi dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut ini :
Tabel 1.3 Perkembangan Produksi kopi
Tahun
|
Produksi
(dalam ribuan ton)
|
Ekspor
(dalam ribuan ton)
|
2000
|
613,5
|
345,8
|
2001
|
589,6
|
254,8
|
2002
|
681
|
322,5
|
2003
|
674,4
|
320,8
|
2004
|
647,4
|
338,8
|
2005
|
640,4
|
442,7
|
2006
|
682,2
|
411,5
|
2007
|
686,8
|
332,7
|
2008
|
679,1
|
325
|
Sumber : BPS (2008)
Dari
tabel 1.3 diatas, maka dapat diramalkan produksi dan permintaan kopi
sebagai acuan untuk meramalkan produksi pembuatan Kopi Bubuk untuk masa
yang akan datang adalah :
Tabel 1.3 Data Produksi Kopi dari Tahun 2000-2008
Peramalan dengan Metode Trend Kuadratis
Tahun
|
Produksi (Y)
|
X
|
X2
|
X3
|
X4
|
XY
|
X2Y
|
2000
|
613,5
|
10
|
100
|
1000
|
10000
|
6135
|
61350
|
2001
|
589,6
|
11
|
121
|
1331
|
14641
|
6265,5
|
68921,6
|
2002
|
681
|
12
|
144
|
1728
|
20736
|
8172
|
98064
|
2003
|
674,4
|
13
|
169
|
2197
|
28561
|
8767,6
|
113973,6
|
2004
|
647,4
|
14
|
196
|
2744
|
38416
|
9063,6
|
126890,4
|
2005
|
640,4
|
15
|
225
|
3375
|
50625
|
9606
|
144090
|
2006
|
682,2
|
16
|
256
|
4096
|
65536
|
10915,2
|
174643,2
|
2007
|
686,8
|
17
|
289
|
4913
|
83521
|
11675,6
|
198485,2
|
2008
|
679,1
|
18
|
324
|
5832
|
104976
|
12223,8
|
220028,4
|
Jumlah
|
5894,4
|
126
|
1824
|
27216
|
417012
|
82824,3
|
1206446
|
Persamaan
trend kuadratis dirumuskan sebagai berikut : Y’ = a+bX+cX. Nilai-nilai
a, b, dan c dihitung dengan rumus sebagai berikut :
a = (∑Y)( ∑X4) – (∑X2Y)( ∑X2)
n (∑X4)I-(∑X2)2
b = ∑XY
∑X2
c = n (∑X2Y)-(∑X2)( ∑Y)
n (∑X4)-( ∑X2)2
Dari tabel 1.3 diatas diperoleh :
N = 9 ∑X2 = 1824 ∑X4 = 417012 ∑XY = 82824,3
∑ X = 10 ∑X3 = 27216 ∑Y = 5894,4 ∑X2Y = 1206446
Sehingga :
a = (5894,4)(417012)-(1206446)(1824) = (257478028,8) = 604,221
9 (417012) – (1824)2 426132
b = (82824,3) = 45,408
1824
c = 9 (1206446) – (1824) (5894,4) = 106628,4 = 0,250
9 (417012) – (1824)2 426132
Dengan demikian persamaan trend kuadratis (parabolik) diatas adalah :
Y’ = 604,221 + 45,408 X + 0,250 X2
Maka nilai peramalan jumlah produksi kopi di Indonesia untuk 5 (lima) tahun ke depan adalah :
Tabel 1.4 Peramalan Produksi Kopi 5 Tahun Mendatang
Tahun
|
X
|
Produksi (Y) (ton)
|
2009
|
19
|
1557,223
|
2010
|
20
|
1612,381
|
2011
|
21
|
1668,039
|
2012
|
22
|
1724,197
|
2013
|
23
|
1780,855
|
Jumlah
|
105
|
8342,695
|
Berdasarkan
data di atas maka dapat diramalkan produksi kopi untuk dalam negeri
pada tahun 2011 adalah 1668,039 ton dan tahun 2012 adalah 1724,197 ton.
Tabel 1.5 Data Permintaan Kopi 2000-2008
Peramalan dengan Metode Trend Kuadratis
Tahun
|
Permintaan (Y)
|
X
|
X2
|
X3
|
X4
|
XY
|
X2Y
|
2000
|
345,8
|
10
|
100
|
1000
|
10000
|
3458
|
34580
|
2001
|
254,8
|
11
|
121
|
1331
|
14641
|
2802,8
|
30830,8
|
2002
|
322,5
|
12
|
144
|
1728
|
20736
|
3870
|
46440
|
2003
|
320,8
|
13
|
169
|
2197
|
28561
|
4170,4
|
54215,2
|
2004
|
338,8
|
14
|
196
|
2744
|
38416
|
4743,2
|
66404,8
|
2005
|
442,7
|
15
|
225
|
3375
|
50625
|
6640,5
|
99607,5
|
2006
|
411,5
|
16
|
256
|
4096
|
65536
|
6584
|
105344
|
2007
|
332,7
|
17
|
289
|
4913
|
83521
|
5655,9
|
96150,3
|
2008
|
325
|
18
|
324
|
5832
|
104976
|
5850
|
105300
|
Jumlah
|
3094,6
|
126
|
1824
|
27216
|
417012
|
43774,8
|
638873
|
Persamaan
trend kuadratis dirumuskan sebagai berikut : Y’ = a+bX+cX. Nilai-nilai
a, b, dan c dihitung dengan rumus sebagai berikut :
a = (∑Y)( ∑X4) – (∑X2Y)( ∑X2)
n (∑X4)I-(∑X2)2
b = ∑XY
∑X2
c = n (∑X2Y)-(∑X2)( ∑Y)
n (∑X4)-( ∑X2)2
Dari tabel 1.3 diatas diperoleh :
N = 9 ∑X2 = 1824 ∑X4 = 417012 ∑XY = 43774,8
∑ X = 10 ∑X3 = 27216 ∑Y = 3094,6 ∑X2Y = 638873
Sehingga :
a = (3094,6)(417012)-(638873)(1824) = (257478028,8) = 293,761
9 (417012) – (1824)2 426132
b = (43774,8) = 23,999
1824
c = 9 (638873) – (1824) (3094,6) = 105306,6 = 0,247
9 (417012) – (1824)2 426132
Dengan demikian persamaan trend kuadratis (parabolik) diatas adalah :
Y’ = 293,761 + 23,999 X + 0,247 X2
Maka nilai peramalan jumlah produksi kopi di Indonesia untuk 5 (lima) tahun ke depan adalah :
Tabel 1.6 Peramalan Permintaan Kopi 5 Tahun Mendatang
Tahun
|
X
|
Permintaan (Y) (ton)
|
2009
|
19
|
838,909
|
2010
|
20
|
872,541
|
2011
|
21
|
906,667
|
2012
|
22
|
941,287
|
2013
|
23
|
976,401
|
Jumlah
|
105
|
4535,805
|
Berdasarkan
data di atas maka dapat diramalkan permintaan kopi untuk pangsa pasar
dalam dan luar negeri pada tahun 2011 adalah 906,667 ton dan tahun 2012
adalah 941,287 ton.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Pengetahuan Bahan Baku Utama
Kopi adalah sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kata kopi sendiri berasal dari bahasa Arab qahwah yang berarti kekuatan, karena pada awalnya kopi digunakan sebagai makanan berenergi tinggi. Kataqahwah kembali mengalami perubahan menjadi kahveh yang berasal dari bahasa Turki dan kemudian berubah lagi menjadi koffie dalam bahasa Belanda. Penggunaan kata koffie segera diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata kopi yang dikenal saat ini.
Secara umum, terdapat dua jenis biji kopi, yaitu arabika (kualitas terbaik) dan robusta. Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Etiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM)
yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah
satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai
kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih
dari 400 ribu ton kopi per tahunnya. Di samping rasa dan aromanya yang menarik, kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan berbagai penyakit jantung
Kopi Gayo (Gayo Coffee) merupakan
salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo.
Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini tumbuh
subur di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang
berada di ketinggian 1200 m dpl tersebut memiliki perkebunan kopi
terluas di Indonesia yaitu dengan luasan sekitar 81.000 hektar. Masing-masing 42.000 ha berada di Kabupaten Bener Meriah dan selebihnya 39.000 ha di Kabupaten Aceh Tengah.
Gayo adalah
nama suku asli yang mendiami daerah ini. Mayoritas masyarakat
Gayoberprofesi sebagai Petani Kopi. Varietas Arabika mendominasi jenis
kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo. Produksi Kopi Arabika
yang dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia
Atas dedikasi dan kerjasama dalam menjaga kualitas Kopi Gayo miliknya, Persatuan Petani Kopi Gayo Organik (PPKO) di Tanah Gayo telah mendapat Fair Trade Certified™ dari Organisasi Internasional Fair Trade. Sertifikasi tersebut kian memantapkan posisi Kopi Gayo sebagai Kopi Organik terbaik di Dunia.
Adapun spesies kopi yang digunakan untuk produksi kopi bubuk ini adalah Coffea arabica. Coffea arabica dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tanaman kopi diklarifikasikan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Biji kopi yang telah dipanggang
| ||||||||||||
| ||||||||||||
Gambar 2.2 Biji kopi arbika, jenis kopi
dengan cita rasa terbaik.
Coffea
arabica adalah spesis coffee yang berasal dari Ethiopia dan Yaman,
dikenal juga sebagai “coffee shrub of Arabia”, “mountain coffee” atau
“arabica coffee”. Coffea arabica diketahui sebagai spesis kopi pertama yang ditanam, tumbuh didaerah barat daya Arab lebih dari 1000 tahun yang lalu.
Coffea
arabica menghasilkan kopi yang lebih baik dibandingkan Coffea canephora
[robusta], Arabica mengandung lebih sedikit Caffeine, tinggi bisa
mencapai 9 – 12 meter, bunganya putih dengan garis tengah 10-15 mm, buah
kopi sendiri berdiameter 10-15 mm dan berwarna merah terang terkadang
ungu, biasanya berisikan 2 biji kopi dalam satu buahnya.
Coffea arabica
memerlukan sekitar 7 tahun untuk siap diolah buahnya dengan baik,
sangat baik tumbuh didaerah yang curah hujannya sekitar 1-1.5 meter
sepanjang tahun. Ketinggian tanah juga yang baik sekitar 1300 – 1500 m
dpl dengan ketinggian maksimum 2800 m, tumbuhan ini sangat tahan dengan
temperatur yang rendah asal tidak bersalju, temperatur yang baik sekitar
20 °C (68 °F).
Dalam
perkebunan kopi biasanya ketinggian pohon kopi dipertahankan sekitar 5m
untuk memudahkan perawatan. Dua sampai empat tahun setelah penanaman, Coffea arabica
mulai berkembang kecil, putih dan berbau harum. Wanginya hampir seperti
wangi bunga melati dan sangat indah pemandangannya saat bunga mulai
berkembang tatkala matahari mulai bersinar. Bunga ini akan berubah
menjadi buah kopi yang berwarna hijau tua lalu perlahan berubah menjadi
kuning, merah muda dan akhirnya merah tua berkilat.
Pemetikan
buah kopi biasanya dilakukan secara bertahap menggunakan tenaga manusia
agar bisa diseleksi kematangan dari buah kopi, jangan terlalu muda dan
jangan terlalu tua agar dihasilkan mutu yang terbaik.
Setiap
pohon kopi bisa menghasilkan 0.5-5 kg biji kopi, tergantung dari besar
pohonnya dan bagaimana cuaca pada tahun tersebut, misal curah hujanna
cukup atau tidak dan sebagainya.
Untuk
kondisi yang tepat seperti di Jawa, kopi bisa tumbuh setiap saat dan
pemetikan juga bisa dilakukan secara berkala, di Brazil biasanya panen
hanya bisa dilakukan pada saat musim tertentu saja.
Kopi
Arabica mulai diproduksi di Indonesia sejak tahun 1699 didaerah Jawa
dan Sumatra dan dikenal dengan kualitas yang bagus karena beratnya serta
“low acidity” sehingga sangat ideal untuk campuran kopi yang “high
acidity” seperti kopi dari Amerika Tengah dan Afrika Timur.
Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Kafein sendiri merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid
dari tanaman kopi dan memiliki rasa yang pahit. Berbagai efek kesehatan
dari kopi pada umumnya terkait dengan aktivitas kafein di dalam tubuh.
Peranan utama kafein ini di dalam tubuh adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis berupa peningkatan energi.
Efeknya ini biasanya baru akan terlihat beberapa jam kemudian setelah
mengkonsumsi kopi. Kafein tidak hanya dapat ditemukan pada tanaman kopi,
tetapi juga terdapat pada daun teh dan biji cokelat.
Kandungan kafein dalam berbagai sumber minuman
| ||
Sumber
|
Kandungan Kafein
| |
Secangkir kopi
|
85 mg
| |
Secangkir teh
|
35 mg
| |
Minuman berkarbonasi
|
35 mg
| |
Minuman berenergi
|
50 mg
| |
Jenis Kopi
|
Kadar
| |
Kopi instan
|
| |
Kopi moka
|
1,00%
| |
Kopi robusta
|
1,48%
| |
Kopi arabika
|
1.10 %
| |
.
|
Batas
aman konsumsi kafein yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah
100-150 mg. Dengan jumlah ini, tubuh sudah mengalami peningkatan
aktivitas yang cukup untuk membuatnya tetap terjaga.
Selama
proses pembutan kopi, banyak kafein yang hilang karena rusak ataupun
larut dalam air perebusan. Di samping itu, pada beberapa kasus
pengurangan kadar kafein justru dilakukan untuk disesuaikan dengan
tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa pahit dari kopi. Metode yang
umum dipakai untuk hal ini adalah Swiss Water Process. Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan uap air panas dan uap untuk mengekstraksi kafein dari dalam biji kopi. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada era ini juga telah memungkinkan implementasi bioteknologidalam proses pengurangan kadar kafein. Cara ini dilakukan dengan menggunakan senyawa theophylline yang dilekatkan pada bakteri untuk menghancurkan struktur kafein.
Kandungan kafein
dalam kopi memiliki efek yang beragam pada setiap manusia. Beberapa
orang akan mengalami efeknya secara langsung, sedangkan orang lain tidak
merasakannya sama sekali. Hal ini terkait dengan sifat genetika yang dimiliki masing-masing individu terkait dengan kemampuan metabolisme tubuh dalam mencerna kafein. Metabolisme kafein terjadi dengan bantuan enzim sitokrom
P450 1A2 (CYP1A2). Terdapat 2 tipe enzim, yaitu CYP1A2-1 dan CYP1A2-1.
Orang yang memiliki enzim CYP1A2-1 mampu mematabolisme kafein dengan
cepat dan efisien sehingga efek dari kafein dapat dirasakan secara
nyata. Enzim
CYP1A2-2 memiliki laju metabolisme kafein yang lambat sehingga
kebanyakan orang dengan tipe ini tidak merasakan efek kesehatan dari
kafein dan bahkan cenderung menimbulkan efek yang negatif.
Banyak isu yang berkembang mengenai efek negatif meminum kopi bagi tubuh, seperti meningkatnya risiko terkena kanker, diabetes melitus tipe 2, insomnia, penyakit jantung,
dan kehilangan konsentrasi. Beberapa penelitian justru menyingkapkan
hal sebaliknya. Kandungan kafein yang terdapat di dalam kopi ternyata
mampu menekan pertumbuhan sel kanker secara bertahap. Selain itu, kafein mampu menurunkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dengan cara menjaga sensitivitas tubuh terhadap insulin.
Kafein dalam kopi juga telah terbukti mampu mencegah penyakit serangan
jantung. Pada beberapa kasus, konsumsi kopi juga dapat membuat tubuh
tetap terjaga dan meningkatkan konsentrasi walau tidak signifikan. Di
bidang olahraga, kopi banyak dikonsumsi oleh para atlet sebelum bertanding karena senyawa aktif di dalam kopi mampu meningkatkan metabolisme energi, terutama untuk memecahkan glikogen (gula cadangan dalam tubuh).
Selain kafein, kopi juga mengandung senyawa antioksidan dalam jumlah yang cukup banyak. Adanya antioksidan dapat membantu tubuh dalam menangkal efek pengrusakan oleh senyawa radikal bebas, seperti kanker, diabetes, dan penurunan respon imun. Beberapa contoh senyawa antioksidan yang terdapat di dalam kopi adalah polifenol, flavonoid, proantosianidin, kumarin, asam klorogenat, dan tokoferol. Dengan perebusan, aktivitas antioksidan ini dapat ditingkatkan.
2.2 Pengetahuan Produk
Kopi
Arabica merupakan varietas kopi yang paling banyak yang ada di dunia,
dengan berbagai keunikan dan rasa yang khas dari setiap masing-masing
varietasnya. Varietas ini merupakan yang pertama kali dikenal dan
dibudidayakan oleh manusia dan merupakan golongan kopi yang paling
banyak diusahakan sampai akhir abad XIX. Namun setelah abad XIX dominasi
kopi Arabika mulai menurun, karena sangat rawan terhadap hama penyakit,
terutama di daerah dataran rendah. Beberapa varietas yang terkenal
antara lain
- Kopi Kolombia
Kopi Kolombia memiliki rasa dan aroma yang kuat jika langsung digoreng. Colombian Milds,varietas ini
termasuk kopi dari Kolombia, Kenya dan Tanzania. Hawaiian Kona coffee,
ditanam di kaki pegunungan Hualalai di distrik Kona di Hawaii. Kopi ini
memiliki harga yang mahal karena kepopulerannnya.
- Kopi Jawa (Java coffee),
Berasal
dari pulau Jawa di Indonesia. Kopi ini sangatlah terkenal sehingga nama
Jawa menjadi nama identitas untuk kopi. Mocha, kopi dari Yemen dahulunya diperdagangkan di pelabuhan Mocha di Yemen.
Berikut ini adalah beberapa olahan produk hasil olahan berbahan baku kopi Arabika berdasarkan kualitas produk :
PRIMA - Kopi Bubuk Murni -
Dinamis
Produk
ini didesain untuk membidik pola pasar kalangan bawah yang selama ini
didominasi dengan kopi jenis campuran yang merusak cita rasa dari kopi
yang sejati. Dengan rasa yang mantap, sesuai dengan harga dan kualitas
yang ada. Untuk mengembalikan alur cita rasa kopi di pasaran kembali ke
arah cita rasa yang sebenarnya.
BAIK - Kopi Bubuk Murni -
Lembut dan Tegas
Produk
ini mempunyai kombinasi karakteristik cita rasa yang sangat pas, dengan
cita rasa yang tegas saat diminum tapi masih sangat terasa lembut saat
dinikmati. Suatu kombinasi yang penuh karakter.
SPESIAL - Kopi Bubuk Murni -
Unik dan Langka
Proses
penemuan komposisi untuk produk ini, merupakan suatu hasil karya yang
tak terduga sebelumnya. Dengan pemakaian jenis kopi yang spesifik serta
dikombinasikan dengan komposisi yang unik, menjadikan produk ini
memiliki cita rasa dan aroma yang unik, yang susah sekali ditemukan pada
produk-produk manapun juga di pasaran.
SUPER - Kopi Bubuk Murni -
Mantap dan Kental
Produk
ini adalah termasuk produk kelas atas, Dibuat berdasarkan atas
kegemaran masyarakat Indonesia yang menyukai cita rasa kopi yang mantap
dan kental. Berangkat dengan uji coba yang detail terhadap konsumen dan
tetap meninggalkan kesan yang mendalam bagi setiap penikmatnya.
ISTIMEWA - Kopi Bubuk Murni -
Elegan
Ini
adalah produk kelas premium dari perusahaan kami, kemantapan kopi biji
dan kelembutan serta keharuman dari kopi biji ARABICA,semuanya mengalami
proses pemilihan yang benar2 selektif dan ketat sehingga mendapatkan
biji kopi yang benar2 pilihan sejati. Yang kemudian di-blend dengan
komposisi yang dinamis, seperti seniman menciptakan suatu hasil karya
jenis köépi bubuk murni kelas premium yang betul- betul mantap bercita
rasa INDONESIA sejati.
BAB III
PROSES PRODUKSI
Perkembangan
areal tanaman kopi rakyat yang cukup pesat di Indonesia, perlu didukung
dengan kesiapan sarana dan metoda pengolahan yang cocok untuk kondisi
petani sehingga mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti
yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu
yang pasti, diikuti dengan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup dan
pasokan yang tepat waktu serta berkelanjutan merupakan beberapa
prasyarat yang dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada
tingkat harga yang menguntungkan.
Untuk
memenuhi prasyarat di atas, pengolahan kopi rakyat harus dilakukan
dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah. Buah kopi hasil panen,
seperti halnya produk pertanian yang lain, perlu segera diolah menjadi
bentuk akhir yang stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu
tertentu. Kriteria mutu biji kopi yang meliputi aspek fisik, citarasa
dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan
oleh perlakuan pada setiap tahapan proses produksinya. Oleh karena itu,
tahapan proses dan spesifikasi peralatan pengolahan kopi yang menjamin
kepastian mutu harus didefinisikan secara jelas. Demikian juga,
perubahan mutu yang terjadi pada setiap tahapan proses perlu dimonitor
secara rutin supaya pada saat terjadi penyimpangan dapat dikoreksi
secara cepat dan tepat. Sebagai langkah akhir, upaya perbaikan mutu akan
mendapatkan hasil yang optimal jika disertai dengan mekanisme tata
niaga kopi rakyat yang berorientasi pada mutu.
Untuk
mendukung era agroindustri di masa datang, sudah saatnya upaya
perbaikan mutu biji kopi dilakukan secara terintegrasi dengan
pengembangan industri sekundernya. Dari total produksi biji kopi
nasional yang mencapai 600.000 ton per tahun, hanya 20% yang diolah dan
dipasarkan dalam bentuk sekundernya antara lain kopi sangrai, kopi
bubuk, kopi cepat saji dan beberapa produk turunan lainnya. Padahal,
pengembangan produk yang demikian dapat memberikan nilai tambah yang
lebih besar, membuka peluang pasar dan menyerap tenaga kerja di
pedesaan.
3.1 Teknologi Pengolahan Biji Kopi
Pengolahan biji kopi dibagi dua bagian:
1. Pengolahan Biji Kopi Primer
2. Pengolahan Biji Kopi Sekunder
1. Pengolahan Biji Kopi Primer
2. Pengolahan Biji Kopi Sekunder
3.1.1 Pengolahan Biji Kopi Primer
a. Terminologi
Beberapa
istilah yang umum digunakan untuk membedakan jenis-jenis bahan olah dan
produk akhir yang terkait dengan tahapan pengolahan kopi adalah sebagai
berikut:
Buah
kopi atau sering juga disebut kopi gelondong basah adalah buah kopi
hasil panen dari kebun, kadar airnya masih berkisar antara 60 - 65 % dan
biji kopinya masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan
lendir, kulit tanduk dan kulit ari.
Biji
kopi Arabika adalah biji kopi berkulit tanduk hasil pengolahan buah
kopi dengan proses pengolahan secara basah [wet process]. Kulit buah,
daging buah dan lapisan lendir telah dihilangkan melalui beberapa
tahapan proses secara mekanis dan memerlukan air dalam jumlah yang cukup
banyak. Kadar air biji kopi Arabika dalam kondisi basah berkisar antara
60 – 65 dan setelah dikeringkan menjadi 12 %
Kopi
gelondong kering adalah buah kopi kering setalah diolah dengan proses
pengolahan secara kering [tanpa melibatkan air untuk pengolahan. Biji
kopi masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir,
kulit tanduk dan kulit ari dalam kondisi sudah kering dengan kadar air
kopi nya sekitar 12 %.
Biji
kopi yang siap diperdagangkan adalah biji kopi yang sudah dikeringkan,
kadar airnya berkisar antara 12 - 13 %. Permukaan bijinya sudah bersih
dari lapisan kulit tanduk dan kulit ari. Biji kopi demikian sering
disebut sebagai biji kopi beras. Biji kopi WP adalah biji kopi beras
yang dihasilkan dari proses basah [Wet Process] dan biji kopi DP adalah
biji kopi beras yang dihasilkan dari proses kering [Dry Process].
Kopi
asalan adalah biji kopi yang dihasilkan oleh petani dengan metoda dan
sarana yang sangat sederhana, kadar airnya masih relatif tinggi [> 16
%] dan tercampur dengan bahan-bahan lain non-kopi dalam jumlah yang
relatif banyak. Biji kopi ini biasanya dijual ke prosesor [eksportir]
yang kemudian mengolahnya sampai diperoleh biji kopi beras dengan mutu
seperti yang dipersyaratkan dalam standar perdagangan.
b. Tahapan Pengolahan
Basis
usaha kopi rakyat umumnya terdiri atas kebun-kebun kecil dengan luas
areal rata-rata per petani antara 0,5 sampai 2 hektar. Dengan jumlah
buah per panen yang relatif kecil, yaitu antara 50 – 200 kg, maka
sebaiknya pengolahan hasil panen dilakukan secara berkelompok. Kapasitas
produksi per kelompok dipilih pada skala ekonomis disesuaikan dengan
kondisi lingkungan petani seperti, produktivitas kebun, ketersediaan
sumber daya pengolahan [mesin, air, panas dan tenaga kerja terampil] dan
infrastuktur pemasaran hasil. Namun, sebaiknya setiap kelompok mampu
memproduksi biji kopi siap ekspor minimal 1 kontainer [25 ton] per
bulan. Tahapan pengolahan yang diusulkan adalah pengolahan semi-basah
[kebutuhan air untuk pengolahan lebih sedikit dari pengolahan basah
secara penuh] untuk buah kopi petik merah dan pengolahan kering untuk
buah campuran kuning-merah [Gambar 3.1].
DIAGRAM ALIR
Gambar 3.1. Tahapan pengolahan kopi secara semi-basah [kiri] dan secara kering [kanan].
b.1. Panen
Biji
kopi yang bermutu baik dan disukai konsumen berasal dari buah kopi yang
sudah masak. Ukuran kematangan buah secara visual ditandai oleh
perubahan warna kulit buah. Kulit buah terdiri satu lapisan tipis
mempunyai warna hijau tua saat buah masih muda, kuning saat setengah
masak dan berubah menjadi warna merah saat masak penuh [Gambar 3.2].
Warna tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah masa masak
penuh terlampui [over ripe].
Gambar 3.2. Panen buah merah untuk menghasilkan biji kopi dengan mutu prima.
Kematangan buah kopi juga dapat dilihat dari kekearasan dan
komposisi senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi masak mempunyai
daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang
relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya, daging buah muda
sedikit keras, tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa
gula belum terbentuk secara maksimal. Sedangkan, kandungan lendir pada
buah yang terlalu masak cenderung berkurang karena sebagian senyawa gula
dan pektin sudah terurai secara alami akibat proses respirasi [Rothfos,
1980]. Secara teknis, panen buah masak memberikan beberapa keuntungan
dibandingkan panen buah kopi muda antara lain [Sivetz and Desrorier,
1979; Rothfos, 1980] :
- Mudah diproses karena kulitnya mudah terkelupas.
- Rendeman hasil [perbandingan berat biji kopi beras per berat buah segar] lebih tinggi
- Biji kopi lebih bernas sehingga ukuran biji lebih besar [tidak pipih]
- Waktu pengeringan lebih cepat
- Warna biji dan citarasanya lebih baik
b.2. Sortasi buah di kebun
Buah
kopi masak hasil panen disortasi secara teliti untuk memisahkan buah
yang superior [masak, bernas dan seragam] dari buah inferior [cacat,
hitam, pecah, berlubang dan terserang hama/penyakit]. Kotoran seperti
daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang karena benda-benda
tersebut dapat merusak mesin pengupas. Cara sortasi ini dilakukan
langsung di kebun sesudah panen selesai [Gambar 3.3]. Jika panen
dilakukan secara kolektif, seluruh tenaga pemanen secara bersama-sama
melakukan sortasi hasil panen yang dikumpulkan di suatu tempat tertentu
di dalam kebun.
Gambar 3.3. Sortasi buah kopi hasil panen di kebun.
Buah
merah terpilih [superior] diolah dengan metoda pengolahan semi-basah
supaya diperoleh biji kopi Arabika kering dengan tampilan yang bagus,
sedang buah campuran hijau-kuning-merah diolah dengan cara pengolahan
kering. Hasil pengolahan dari keduanya disajikan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Buah kopi gelondong kering [kiri] dan biji kopi Arabika kering [kanan].
Buah
kopi segar hasil sortasi sebaiknya langsung diolah untuk mendapatkan
hasil yang optimal, baik dari segi mutu [terutama citarasa] maupun
kemudahan proses berikutnya. Buah kopi yang tersimpan di dalam karung
plastik atau sak selama lebih dari 36 jam akan menyebabkan
pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik
dan berbau busuk [stink]. Demikian juga, penampilan fisik bijinya juga
menjadi agak kusam.
b.3. Pengupasan kulit buah
Proses pengolahan semi-basah diawali dengan pengupasan kulit buah dengan mesin mengupas [pulper] tipe silinder [Gambar 3.5].
Gambar 3.5. Mesin pengupas tipe silinder, kapasitas 200 kg/jam [kiri] dan 1.000 kg/jam [kanan].
Pengupasan
kulit buah berlangsung di dalam celah di antara permukaan silinder yang
berputar [rotor] dan permukaan pisau yang diam [stator]. Silinder
mempunyai profil permukaan bertonjolan atau sering disebut “ buble plate
“ dan terbuat dari bahan logam lunak jenis tembaga. Silinder digerakkan
oleh sebuah motor bakar atau motor diesel. Mesin pengupas tipe kecil
dengan kapasitas 200 – 300 kg buah kopi per jam digerakkan dengan motor
bakar bensin 5 PK. Alat ini juga bisa dioperasikan secara manual [tanpa
bantuan mesin], namun kapasitasnya turun menjadi hanya 80 – 100 kg buah
kopi per jam. Mesin ini dapat digunakan oleh petani secara individu atau
kelompok kecil petani yang terdiri atas 5 – 10 anggota. Sedang untuk
kelompok tani yang agak besar dengan anggota lebih dari 25 orang
sebaiknya menggunakan mesin pengupas dengan kapasitas 1.000 kg per jam.
Mesin ini digerakkan dengan sebuah mesin diesel 9 PK.
Pengupasan
buah kopi umumnya dilakukan dengan menyemprotkan air ke dalam silinder
bersama dengan buah yang akan dikupas. Penggunaan air sebaiknya diatur
sehemat mungkin disesuaikan dengan ketersediaan air dan mutu hasil. Jika
mengikuti proses pengolahan basah secara penuh, konsumsi air dapat
mencapai 7 - 9 m3 per ton buah kopi yang diolah. Untuk proses
semi-basah, konsumsi air sebaiknya tidak lebih dari 3 m3 per ton buah.
Aliran air berfungsi untuk membantu mekanisme pengaliran buah kopi di
dalam silinder dan sekaligus membersihkan lapisan lendir. Lapisan air
juga berfungsi untuk mengurangi tekanan geseran silinder terhadap buah
kopi sehingga kulit tanduknya tidak pecah.
Kinerja
mesin pengupas sangat tergantung pada kemasakan buah, keseragaman
ukuran buah, jumlah air proses dan celah [gap] antara rotor dan stator.
Mesin akan berfungsi dengan baik jika buah yang dikupas sudah cukup
masak karena kulit dan daging buahnya lunak dan mudah terkelupas.
Sebaliknya, buah muda relatif sulit dikupas. Lebar celah diatur
sedemikian rupa menyesuaikan dengan ukuran buah kopi sehingga buah kopi
yang ukurannya lebih besar dari lebar celah akan terkelupas. Buah kopi
hasil panen sebaiknya dipisahkan atas dasar ukurannya sebelum dikupas
supaya hasil kupasan lebih bersih dan jumlah biji pecahnya sedikit. Buah
kopi Robusta relatif lebih sulit dikupas dari pada kopi Arabika karena
kulit buahnya lebih keras dan kandungan lendirnya lebih sedikit. Untuk
mendapatkan hasil kupasan yang sama, proses pengupasan kopi Ribusta
harus dilakukan berulang dengan jumlah air yang lebih banyak. Oleh
karena itu, pada skala besar pengupasan buah kopi Robusta sering
menggunakan mesin tipe Raung [Raung pulper].
b.4. Fermentasi
Proses
fermentasi umumnya hanya dilakukan untuk pengolahan kopi Arabika dan
tidak banyak dipraktekkan untuk pengolahan kopi Robusta terutama untuk
kebun rakyat. Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan
lendir yang tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses
pengupasan. Pada kopi Arabika, fermentasi juga bertujuan untuk
mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada
citarasa seduhannya. Prinsip fermentasi adalah peruraian senyawa-senyawa
yang terkandung di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu
dengan oksigen dari udara. Proses fermentasi dapat dilakukan secara
basah [merendam biji kopi di dalam genangan air] dan secara kering
[tanpa rendaman air]. Karena jumlah produksi yang relatif kecil dan
untuk menghemat air, proses fermentasi kopi rakyat sebaiknya dilakukan
secara kering. Namun jika pengolahan kopi rakyat dilakukan secara
kolektif dan tersedia cukup air, proses fermentasi juga dapat dilakukan
secara basah terutama jika memang ada pembeli yang menghendaki proses
tersebut.
Cara
sederhana untuk fermentasi kering adalah dengan menyimpan biji kopi
Arabika basah di dalam karung plastik yang bersih. Cara dapat juga
dilakukan dengan menumpuk biji kopi Arabika di dalam bak semen dan
kemudian ditutup dengan karung goni. Reaksi fermentasi bermula dari
bagian atas tumpukan karena cukup oksigen. Lapisan lendir akan
terkelupas dan senyawa-senyawa hasil reaksi bergerak turun ke dasar bak
dan terakumulasi di bagian dasar bak. Agar fermentasi berlangsung secara
merata, biji kopi di dalam bak perlu dibalik minimal satu kali dalam se
hari. Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir
yang menyelimuti kulit tanduk. Lama fermentasi bervariasi tergantung
pada jenis kopi, suhu dan kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan
biji kopi di dalam bak. Tingkat kesempurnaan fermentasi diukur secara
visual dari kenampakan lapisan lendir di permukaan kulit tanduk atau
dengan mengusap lapisan lendir dengan jari. Jika lendir tidak lengket,
maka fermentasi diperkirakan sudah selesai. Umumnya, waktu fermentasi
biji kopi Arabika berkisar antara 12 sampai 36 jam tergantung permintaan
konsumen, sedang waktu fermentasi kopi Robusta lebih pendek.
b.5. Pencucian
Pencucian
bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang masih
menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dapat
dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedang untuk kapasitas
besar perlu dibantu dengan mesin. Ada dua jenis mesin pencuci yaitu
tipe batch dan tipe kontinyu [Gambar 3.6].
Gambar 3.6. Mesin pencuci tipe batch [kiri] dan kontinu [kanan].
Mesin
pencuci tipe batch mempunyai wadah pencucian berbentuk silinder
horisontal segi enam yang di putar. Mesin ini dirancang untuk kapasitas
kecil dan konsumsi air pencuci yang terbatas. Biji kopi Arabika sebanyak
50 – 70 kg dimasukkan ke dalam silinder lewat corong dan kemudian
direndam dengan sejumlah air. Silinder ditutup rapat dan diputar dengan
motor bakar [5 PK] selama 2 – 3 menit. Motor dimatikan, tutup silinder
dibuka dan air yang telah kotor dibuang. Proses ini diulang 2 sampai 3
kali tergantung pada kebutuhan atau mutu biji kopi yang diinginkan.
Kebutuhan air pencuci berkisar antara 2 - 3 m3 per ton biji kopi
Arabika.
Mesin
pencuci kontinyu mempunyai kapasitas yang relatif besar, yaitu 1.000 kg
biji kopi Arabika per jam. Kebutuhan air pencuci berkisar antara 5 – 6
m3 per ton biji kopi Arabika. Mesin pencuci ini terdiri atas silinder
berlubang horisontal dan sirip pencuci berputar pada poros silinder.
Biji kopi Arabika dimasukkan ke dalam corong silinder secara kontinyu
dan disertai dengan semprotan aliran air ke dalam silinder. Sirip
pencuci yang diputar dengan motor bakar mengangkat massa biji kopi ke
permukaan silinder. Sambil bergerak, sisa-sisa lendir pada permukaan
kulit tanduk akan terlepas dan tercuci oleh aliran air. Kotoran-kotoran
akan menerobos lewat lubang-lubang yang tersedia pada dinding silinder,
sedang massa biji kopi yang sudah bersih terdorong oleh sirip pencuci ke
arah ujung pengeluaran silinder.
b.6. Pengeringan
Proses
pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dari dalam biji
kopi Arabika yang semula 60 - 65 % sampai menjadi 12 %. Pada kadar air
ini, biji kopi Arabika relatif aman untuk dikemas dalam karung dan
disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis. Proses
pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis dan
kombinasi keduanya.
b.6.1 Penjemuran
Penjemuran
merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi.
Jika cuaca memungkinkan, proses pengeringan sebaiknya dipilih dengan
cara penjemuran penuh [full sun drying]. Secara teknis cara penjemuran
akan memberikan hasil yang baik jika syarat-syarat berikut dapat
dipenuhi, yaitu :
- Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
- Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat menyerap panas.
- Tebal tumpukan biji kopi di lantai jemur harus optimal.
- Pembalikan yang cukup
- Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.
- Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus dicegah.
Penjemuran
sebaiknya menggunakan model para-para [meja pengering] atau lantai
semen [Gambar 7]. Model para-para menggunakan lantai jemur dari papan
kayu, anyaman bambu atau kawat ayakan dan disangga dengan kaki-kaki
lebih kurang 0,50 m dari permukaan tanah. Jika diperlukan, meja
pengering dapat diberi penutup dari kain terpal atau plastik tembus
sinar [transparan]. Model para-para mempunyai beberapa keunggulan antara
lain dalam hal :
- Penuntasan air permukaan dari kulit tanduk berjalan lebih sempurna.
- aliran udara lingkungan di bagian bawah meja akan membantu proses pengeringan.
- rambatan [difusi] air tanah ke dalam tumpukan biji dapat dihindari.
- kontaminasi bahan-bahan non-kopi dapat diperkecil.
Gambar 3.7. Penjemuran biji kopi Arabika di atas para-para [kiri] dan lantai semen [kanan].
Berbeda
dengan model para-para, model penjemuran dengan lantai semen atau
kongkret mempunyai hamparan penjemuran langsung di atas permukaan tanah.
Profil lantai hamparan dibuat miring lebih kurang 5 - 7o dengan sudut
pertemuan di bagian tengah lantai. Pinggiran lantai dilengkapi dengan
saluran pembuangan air dan tiang-tiang penyangga untuk mengkaitkan
plastik petutup [terpal]. Saat hari hujan, hamparan buah kopi
digunungkan [heaping] di bagian tengah lantai dan ditutup dengan terpal.
Baik
menggunakan model para-para maupun lantai semen, ketebalan hamparan
biji kopi di atas lantai jemur sebaiknya antara 2 - 5 lapisan biji atau 8
- 12 kg per m2. Namun, nilai ini bisa bervariasi tergantung pada
kondisi cuaca dan frekuensi pembalikan hamparan bijinya. Pada saat masih
kondisi basah, pembalikan biji kopi dilakukan secara lebih intensif,
yaitu setiap 1 jam sekali agar laju pengeringan lebih cepat dan merata.
Pada areal kopi Arabika yang umumnya di dataran tinggi, kondisi cuaca
tidak selalu mendukung untuk proses penjemuran secara optimal. Untuk
mencapai kisaran kadar air antara 15 - 17 %, waktu penjemuran dapat
berlangsung sampai 2 minggu.
Buah
kopi Arabika mutu rendah [inferior] hasil sortasi di kebun sebaiknya
diolah secara kering [Gambar 3.1]. Cara ini juga banyak dipraktekkan
petani untuk mengolah kopi jenis Robusta. Tahapan proses ini relatif
lebih pendek dibandingkan proses semi-basah. Buah kopi hasil panen atau
hasil sortiran langsung dijemur dengan teknik penjemuran seperti yang
telah dijelaskan di atas. Bedanya, untuk mendapatkan kadar air yang
sama, penjemuran buah kopi memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan
penjemuran biji kopi Arabika, karena berbagai sebab antara lain :
- senyawa gula dan pektin yang terkandung di dalam daging buah kopi [mucilage] mempunyai sifat menyerap air [higroskopis] dari lingkungan.
- kotoran-kotoran non-kopi mudah lengket dipermukaan lendir sehingga proses pengeringan menjadi terhambat.
b.6.2. Pengeringan mekanis
Jika
cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi syarat, penjemuran merupakan
cara pengeringan kopi yang sangat menguntungkan baik secara teknis,
ekonomis maupun mutu hasil. Namun, di beberapa sentra penghasil kopi
kondisi yang demikian sering tidak dapat dipenuhi. Oleh karena itu,
proses pengeringan bisa dilakukan dalam dua tahap, yaitu penjemuran
untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 % dan kemudian
dilanjutkan dengan pengering mekanis. Kontinuitas sumber panas untuk
proses pengeringan dapat lebih dijamin [siang dan malam] sehingga buah
atau biji kopi dapat langsung dikeringkan dari kadar air awal 60 – 65 %
sampai kadar air 12 % dalam waktu yang lebih terkontrol.
Proses
pengeringan mekanis sebaiknya dilakukan secara berkelompok karena
proses ini membutuhkan peralatan mekanis yang relatif lebih rumit, modal
investasi yang relatif cukup besar dan tenaga pelaksana yang terlatih.
Kapasitas pengering mekanis bida dipilih antara 1,50 sampai 4 ton biji
kopi Arabika basah tergantung pada kondisi kelompok tani [Gambar 3.8].
Gambar 3.8. Pengering biji kopi dengan bahan bakar kayu [kiri] dan bahan bakar minyak [kanan].
Pengering
mekanis mempunyai fleksibilitas pengoperasian yang tinggi dan mempunyai
kapasitas pengeringan yang besar karena sumber panasnya tidak
tergantung pada cuaca. Jenis sumber panas pengering mekanis disesuaikan
dengan ketersediaaan bahan bakar di sekitar kebun kopi seperti kayu
bakar atau minyak tanah [Sri Mulato, 1994]. Selain itu, pengering
mekanis dilengkapi dengan kipas untuk mengalirkan udara pengering
sehingga proses penguapan air dari biji kopi dapat diatur sesuai
kebutuhan. Kipas udara digerakkan dengan motor listrik atau motor bakar
[diesel] berkekuatan 2 sampai 5 kW tergantung kapasitas pengeringannya.
Suhu udara pengering mudah diatur antara 55 - 60 °C. Jika biji kopi
sebelumnya sudah dijemur sampai kadar air 20 – 25 %, maka waktu
pengeringan biji kopi Arabika sampai mencapai kadar air 12 % lebih
kurang 10 - 15 jam.
Pengering
mekanis juga dapat digunakan untuk mengeringkan biji atau buah kopi
mulai dari kadar air awal 60 – 65 %, terutama jika memang cuaca tidak
memungkinkan untuk melakukan penjemuran Dengan mengoperasikan pengering
mekanis secara terus menerus [siang dan malam], maka kadar air 12% dapat
dicapai selama 48 – 54 jam. Penggunaan suhu tinggi [> 60oC]
hendaknya dihindari terutama untuk pengeringan biji kopi Arabika karena
dapat merusak citarasanya. Sebaliknya, pengeringan biji kopi Robusta
seringkali diawali dengan suhu udara pengering yang relatif tinggi,
yaitu sampai 90-100oC dengan waktu pemanasan yang singkat. Tujuan dari
proses ini adalah untuk melepaskan kulit ari dari permukaan biji
[huidig]. Jika pengeringan suhu tinggi ini terlalu lama, maka warna
permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan.
b.6.3. Pengukuran kadar air
Kadar
air biji kopi merupakan salah satu tolok ukur proses pengeringan agar
diperoleh mutu hasil yang baik dan biaya pengeringan yang murah. Akhir
dari proses pengeringan harus ditentukan secara akurat. Pengeringan yang
berlebihan [menghasilkan biji kopi dengan kadar air jauh di bawah 12%]
merupakan pemborosan bahan bakar dan merugikan karena terjadinya
kehilangan berat. Sebaliknya jika terlalu singkat, maka kadar air biji
kopi belum mencapai titik keseimbangan [12%] sehingga biji kopi menjadi
rentan terhadap serangan jamur saat disimpan atau diangkut ke tempat
konsumen. Oleh karena itu, selama proses pengeringan berjalan, selain
melihat tampilan fisik biji kopi, kadar airnya baik di lantai jemur
ataupun di dalam bak pengering harus diukur. Gambar 3.9 menunjukkan alat
pengukur kadar air biji kopi secara elektronik. Prinsip kerja alat ini
relatif sederhana, namun mempunyai tingkat akurasi yang baik.
Gambar 3.9. Alat pengukur kadar air biji kopi.
b.7. Pengupasan kulit kopi Arabika
Pengupasan
ditujukan untuk memisahkan biji kopi dengan kulit tanduk. Hasil
pengupasan disebut biji kopi beras. Mesin pengupas yang digunakan adalah
tipe silinder dengan penggerak motor diesel antara 12 – 24 PK
tergantung kapasitasnya [Gambar 3.10]. Di dalam dinding silinder
terdapat rotor penggesek, saringan dan kipas sentrifugal untuk
memisahkan biji kopi dari kulit kopi dan kulit tanduk. Biji kopi Arabika
diumpankan ke dalam silinder lewat corong pemasukkan dan kemudian masuk
celah antara permukaan rotor dan saringan. Kulit tanduk akan terlepas
karena gesekan antara permukaan rotor dan terpecah menjadi serpihan
ukuran kecil. Permukaan rotor mempunyai ulir dan mampu mendorong biji
kopi ke luar silinder, sedangkan serpihan kulit lolos lewat saringan dan
terhisap oleh kipas.
Gambar 3.10. Mesin pengupas kulit kopi kering.
Dibanding
pengupasan biji kopi Arabika, pengupasan biji kopi gelondong relatif
lebih sulit karena kulitnya tebal dan keras. Dengan demikian, kapasitas
pengupasannyapun menjadi lebih rendah. Mesin pengupas ukuran medium
mempunyai kapasitas 600 kg biji kopi Arabika per jam, akan menurun
menjadi 250 kg per jam dengan umpan kopi gelondong kering. Kapasitas
mesin juga tergantung pada kadar air biji kopinya. Mesin pengupas ini
dirancang untuk mengupas biji kopi Arabika atau kopi gelondong dengan
kadar air mendekati 12 %. Jika kadar air makin tinggi, kapasitas
pengupasannya turun dan jumlah biji pecahnya sedikit meningkat. Kadar
air berpengaruh pada ukuran biji kopi. Makin tinggi kadar air biji kopi,
ukuran bijinya semakin besar. Oleh karena itu, lebar celah dan ukuran
saringan perlu dimodifikasi jika mesin pengupas tersebut akan dipakai
untuk mengupas biji kopi dengan kadar air yang masih tinggi. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah pengupasan sebaiknya dilakukan pada biji
kopi yang telah dingin karena sifat fisiknya telah stabil. Biji kopi
hasil pengeringan sebaiknya dianginkan [tempering] dahulu selama 24 jam.
Rendemen
hasil pengolahan dihitung dari perbandingan antara berat biji kopi
beras hasil pengupasan dengan berat buah kopi hasil panen yang diolah.
Rendemen hasil pengolahan kopi Arabika berkisar antara 16 – 20 % artinya
setiap 1 kg biji kopi beras dibutuhkan buah kopi gelondong basah antara
5 sampai 6 kg. Sedang, rendemen hasil pengolahan kopi Robusta bisa
mencapai kisaran antara 20 – 22 % artinya setiap 1 kg biji kopi beras
dibutuhkan buah kopi gelondong basah sama atau kurang dari antara 5 kg.
Faktor yang berpengaruh terhadap nilai rendemen antara lain tingkat
kematangan buah, komposisi senyawa kimia penyusun buah dan jenis proses.
Proses basah umumnya menghasilkan rendemen yang sedikit lebih kecil,
karena perlakuan pengolahan lebih intensif sehingga biji kopi lebih
bersih. Namun demikian, penurunan rendemen dari proses basah dapat
dikompensasi dengan harga jual. Patokan pasar menunjukkan harga jual
biji kopi WP [hasil pengolahan basah] lebih tinggi dari harga biji kopi
DP [hasil pengolahan kering].
b.8. Sortasi
Biji
kopi beras harus disortasi secara fisik atas dasar ukuran dan cacat
bijinya. Kotoran-kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu atau kulit
kopi, harus juga dipisahkan. Sortasi ukuran dilakukan dengan ayakan
mekanis tipe silinder berputar atau tipe getar [Gambar 3.11].
Gambar 3.11. Mesin sortasi tipe meja getar [kiri] dan tipe silinder berputar [kanan].
Untuk
keperluan tertentu, mesin pengayak diberi alat umpan elevator timba
[bucket elevator] untuk pengumpanan biji kopi yang akan disortasi.
Kapasitas ayakan antara 500 –1.250 kg per jam tergantung pada ukurannya.
Mesin sortasi mempunyai tiga saringan dengan ukuran lubang 5,50; 6,50
dan 7,50 mm. Untuk mesin sortasi tipe getar, ketiga ayakan disusun
bertingkat, sedang tipe silinder putar ketiganya dipasang secara
berurutan [seri]. Masing-masing tingkat atau seri ayakan dilengkapi
dengan kanal untuk mengeluarkan [outlet] biji dengan ukuran yang sesuai
dengan lubang ayakannya. Biji hasil sortasi atas dasar kelompok ukuran
kemudian dikemas di dalam karung goni. Setiap karung mempunyai berat
bersih 60 atau 90 kg tergantung konsumen dan diberi label yang
menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen. Untuk menghindari
kontaminasi bau minyak ke dalam biji kopi, cat untuk label sebaiknya
menggunakan pelarut non-minyak.
b.9. Penggudangan
Penggudangan
bertujuan untuk menyimpan biji kopi beras yang telah disortasi dalam
kondisi yang aman sebelum di pasarkan ke konsumen. Beberapa faktor
penting pada penyimpanan biji kopi adalah kadar air, kelembaban relatif
udara dan kebersihan gudang [Hensen et al., 1973; Hall, 1970; Klett,
1987]. Kadar air kesetimbangan biji kopi pada kelembaban relatif udara
70% adalah 12% [Sievetz and Foote, 1973; Oskari, 1997]. Kadar air biji
kopi akan naik selama disimpan di dalam gudang yang lembab [kelembaban
relatif udara > 95%]. Untuk itu, gudang penyimpanan biji kopi di
daerah tropis sebaiknya dilengkapi dengan sistem penyinaran dan
sirkulasi udara dalam jumlah yang cukup [Gambar 3.12].
Gambar 3.12. Gudang dengan sanitasi, penerangan dan ventilasi yang baik.
Karung-karung
ditumpuk dengan rapi di atas papan kayu [palet] agar tidak langsung
bersinggungan dengan permukaan lantai. Kapasitas penggudangan biji kopi
lebih kurang 600 kg biji kopi per m2 luas lantai gudang. Tumpukan karung
dekat dinding dijaga 10 – 20 cm dari dinding gudang. Serapan air dari
udara, permukaan lantai dan dinding akan memberi peluang serangan jamur
dan merupakan penyebab penurunan mutu yang serius. Jamur merupakan cacat
mutu yang tidak dapat diterima oleh konsumen karena menyangkut rasa dan
kesehatan termasuk beberapa jenis jamur penghasil okhratoksin. Sanitasi
atau kebersihan yang kurang baik menyebabkan hama gudang seperti
serangga atau tikus akan cepat berkembang dan pada akhirnya akan merusak
biji kopi sebagai makanan.
b.10. Proses kontrol dan pengawasan mutu
Untuk
mendapatkan mutu biji kopi yang memenuhi standar, seragam dan
konsisten, setiap tahapan pengolahan harus diawasi secara teratur dan
berkelanjutan sehingga pada saat terjadi penyimpangan, suatu tindakan
koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan. Tabel 1 menunjukkan
jenis pengawasan proses [proses kontrol] dan kontrol mutu yang harus
dimonitor pada pengolahan biji kopi.
Tabel 3.1. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kopi
3.1.2 Pengolahan Biji Kopi Sekunder (Kopi Bubuk)
a Penyiapan bahan baku
Biji
kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu [fisik, kimiawi,
kontaminasi dan kebersihan] harus diawasi dengan baik karena menyangkut
citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil [rendemen] dan efisiensi
produksi.
Dari
aspek citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi
yang digunakan telah diolah secara baik. Untuk melaksanakan uji ini
diperlukan alat uji citarasa yang terdiri atas alat sangrai dan pembubuk
skala laboratorium.
Dari
aspek kebersihan, biji kopi harus bebas dari jamur dan kotoran yang
mengganggu kesehatan peminumnya. Kontaminasi jamur juga akan menyebabkan
rasa tengik atau apek. Sedang dari aspek efisiensi produksi, biji kopi
dengan ukuran yang seragam akan mudah diolah dan menghasilkan mutu
produk yang seragam pula. Kadar kulit, kadar kotoran dan kadar air akan
berpengaruh pada rendemen hasil. Kadar air yang tinggi juga menyebabkan
waktu sangrai lebih lama yang berarti kebutuhan bahan bakar lebih
banyak. Kontaminasi benda keras [batu atau besi] selain akan menyebabkan
komponen mesin lebih cepat aus, juga menyebabkan pengaruh negatif
terhadap kehalusan kopi bubuk dan kesehatan peminumnya.
b. Pemilihan teknologi
Proses
pengolahan produk sekunder [kopi bubuk] sebaiknya juga dilakukan secara
kelompok. Unit produksinya diharapkan menjadi salah satu bagian
integral dari kegiatan pengolahan produk primernya sehingga pasokan
bahan baku dapat terjamin, baik dalam hal jumlah maupun mutunya.
Kapasitas
produksi kopi bubuk sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasar di
sekitar lokasi kebun. Secara teknis teknologi proses dan alat dan mesin
produksi kopi bubuk tersedia dengan kisaran produksi 100 dan 500 kg per
hari [8 jam operasi].
b.1 Penyangraian
Proses
penyangraian merupakan tahapan pembentukan aroma dan citarasa khas kopi
dengan perlakuan panas dan kunci dari proses produksi kopi bubuk.
Proses sangrai menggunakan mesin sangrai tipe silinder berputar [Gambar
3.13]. Silinder sangrai dapat digerakkan dengan motor listrik atau motor
bakar, sedang sebagai sumber panas adalah kompor minyak tanah atau gas.
Kapasitas antara 10 sampai 40 kg per batch tergantung ukuran diameter
silindernya.
Gambar 3.13. Mesin sangrai biji kopi tipe silinder dengan bahan bakar minyak.
Proses
sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan
memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti
dengan reaksi pirolisis. Reaksi ini merupakan reaksi dekomposisi senyawa
hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada
di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di
atas 180 oC. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2
dalam jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Sedang secara
fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula
kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah
sebagai berikut,
- Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan [warna coklat muda],
- Suhu 200 - 205 oC untuk tingkat sangrai medium [warna coklat agak gelap]
- Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap [warna coklat tua cenderung agak hitam].
Waktu
penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 20 menit tergantung pada
kadar air biji kopi berasanya dan mutu kopi bubuk yang dikehendaki.
Salah satu tolok ukur proses penyangraian adalah derajad sangrai yang
dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai. Proses
sangrai dihentikan pada saat warna sampel biji kopi sangrai yang diambil
dari dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar. Salah satu
rujukan warna sampel atas dasar tingkat sangrai disajikan pada Gambar
dengan 3 tingkatan penyangraian, yaitu ringan [light], menengah [medium]
dan gelap [dark]. SCAA [Specialty Coffee Association of America]
Sesudah
proses penyangraian selesai, biji kopi hasil sangrai dimasukkan ke
dalam bak pendingin. agar proses sangrai tidak berlanjut. Selama
pendinginan, biji kopi sangrai diaduk agar proses sangrai menjadi rata
dan tidak berlanjut [over roasted]. Untuk bak pendingin yang dilengkapi
dengan kipas mekanis, sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat
proses sangrai akan terhisap sehingga biji kopi ssangrai lebih bersih.
b.2 Pencampuran
Untuk
mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, pabrikan kopi bubuk sering
menggunakan bahan baku campuran dari beberapa jenis biji kopi beras
[Arabika, Robusta, Exelsa dll], jenis proses yang digunakan [proses
kering, semi-basah, basah], dan asal bahan baku [ketinggian, tanah dan
agroklimat]. Beberapa jenis bahan baku tersebut disangrai secara
terpisah, ditimbang dalam proporsi tertentu [atas dasar uji citarasa],
dan kemudian dicampur dengan alat pencampur putar tipe hexagonal. Dari
campuran tersebut diharapkan dapat diperoleh citarasa dan aroma kopi
bubuk yang khas dan tidak dimiliki oleh produk sejenis yang dihasilkan
oleh pabrik yang lain.
b.3 Penghalusan biji kopi sangrai
Biji
kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus [grinder] sampai
diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu agar mudah
diseduh dan memberikan sensasi rasa dan roma yang lebih optimal. Mesin
penghalus menggunakan tipe Burr-mill [Gambar 3.14].
Gambar 3.14. Mesin penghalus biji kopi sangrai tipe Burr-mill.
Mesin
ini mempunyai dua buah piringan [terbuat baja], yang satu berputar
[rotor] dan yang lainnya diam [stator]. Mekanisme penghalusan terjadi
dengan adanya gaya geseran antara permukaan biji kopi sangrai dengan
permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Kopi bubuk ukuran halus
diperoleh dari ayakan dengan ukuran lubang 200 Mesh, sedangkan untuk
ukuran bubuk medium digunakan ayakan 120 mesh. Jika dipasang ayakan 200
Mesh, sebagian besar [79 %] kopi bubuk akan mempunyai ukuran antara 0,90
- 1,0 mm. Kapasitas mesin penghalus antara 10 – 60 kg per jam
tergantung pada diameter piringan penghalusnya.Proses gesekan yang
sangat intensif akan menyebabkan timbul panas di bagian silindernya dan
akan menyebabkan aroma kopi bubuk berkurang. Untuk menghindari tersebut,
maka mesin penghalus sebaiknya dihentikan dan didinginkan sejenak saat
suhu kopi bubuk di dalam bok penampung meningkat secara tidak wajar.
Rendemen
hasil pengolahan [penyangraian dan penghalusan] adalah perbandingan
antara berat kopi bubuk yang diperoleh dengan berat biji kopi beras yang
diproses. Rendemen makin turun pada derajad sangrai yang makin gelap.
Rendemen tertinggi, yaitu 81 %, diperoleh pada derajad sangrai ringan,
dan terendah yaitu 76 %, dengan derajad sangrai gelap. Rendemen juga
dipengaruhi oleh susut berat biji kopi selama penyangraian. Makin tinggi
kadar air biji dan makin lama waktu penyangraian menyebabkan rendemen
menjadi lebih kecil [Sivetz and Foote, 1973]. Sedangkan susut berat
selama proses penghalusan umumnya terjadi karena partikel kopi bubuk
yang sangat halus terbang ke lingkungan akibat gaya sentripetal putaran
pemukul mesin penghalusnya.
b.4 Ekstraksi :
Ekstraksi menggunakan pelarut air. Prosesnya melalui dua tahap yaitu Perkolasi (dingin) dan Ekstraksi (panas).
b.5 Perkolasi
b.6. Filtrasi ( Penyaringan)
b.7. Sentrifugasi
Aroma
kopi dipertahankan dengan cara reverse osmosis menggunakan membran
filtasi. Selain itu, proses ekstraksi dengan panas juga akan
mempengaruhi aroma, untuk itu pasca ekstraksi proses berikutnya adalah
pendinginan ekstrak hingga suhu di bawah nol derajat celcius.
b.8. Evaporasi ( Penguapan) :
Fungsinya adalah untuk mendapatkan kadar ekstrak ideal
Dipisah sesuai dengan kebutuhan hasil akhir olahan kopi yang dibutuhkan yaitu :
a. Spray Dried
b. Aglomerasi
c. Ekstraksi Biasa
b. Aglomerasi
c. Ekstraksi Biasa
b.10. a.1. Spray Drying
Prinsipnya
adalah untuk menghilangkan air, dengan cara ekstrak dilewatkan dalam
sebuah kolom; temperatur tinggi dalam kolom tersebut akan menguapkan air
hingga didapatkan bubuk kopi. Bubuk kopi dikumpulkan pada bagian bawah
kolom. Karbondioksida bertekanan tinggi disemburkan via nozzle dengan
butiran halus kopi.
Gambar 3.16 Alat spray drier
b10. a. 2. Aglomerasi
Bubuk
kopi spray dried direbus lagi untuk mendapatkan gumpalan antar partikel
bubuk yang lebih besar, fungsinya adalah untuk mendapatkan rasa yang
lebih kaya dan aroma yang lebih kuat.
Alat aglomeratornya seperti ini :
b.10. a. 3 Ekstraksi
Kopi hasil ekstraksi awalan tidak mengalami proses lagi, dan langsung dikemas. Prinsip Ekstraksi adalah sebagai berikut :
Gambar 3.17 Prinsip Ekstraksi
Gambar 3.18 Alur Proses Produksi Kopi Bubuk
b.11. Pengemasan
Tujuan
pengemasan adalah untuk mempertahankan aroma dan citarasa kopi bubuk
selama distribusikan ke konsumen dan selama dijajakan di toko, di pasar
tradisional dan di pasar swalayan. Demikian halnya selama disimpan oleh
pemakai. Jika tidak dikemas secara baik, kesegaran, aroma dan citarasa
kopi bubuk akan berkurang secara signifikan setelah satu atau dua
minggu. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk
selama dikemas adalah kondisi penyimpanan [suhu lingkungan], tingkat
sangrai, kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk dan kandungan oksigen di
dalam kemasan. Air di dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa kimia
yang ada di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek [stale], sedang
oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi melalui proses oksidasi.
Bahan pengemas yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,
- Daya transmisi rendah terhadap uap air
- Daya penetrasi rendah terhadap oksigen
- Sifat permeable rendah terhadap aroma dan bau
- Sifat permeable terhadap gas CO2
- Daya tahan yang tinggi terhadap minyak dan sejenisnya
- Daya tahan yang tinggi terhadap goresan dan sobekan
- Mudah dan murah diperoleh
Beberapa
jenis kemasan yang umum adalah plastik transparan dan aluminum foil
[Gambar 3.19]. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan baik
dari aspek daya simpan, kepraktisan penggunaan dan harga.
Gambar 3.19. Kemasan plastik transparan dan aluminium foil.
Selain
keawetan, kemasan juga harus dapat menarik minat pembeli kopi bubuk
melalui rancangan gambar, warna dan tulisan yang ada diluarnya. Tampilan
yang paling baik adalah dengan model cetak [hot printing]. Pesanan
kemasan model ini hasur pada skala besar sehingga harganya menjadi agak
mahal. Untuk pabrikan pemula, kemasan model sablon, asalkan digarap
dengan baik, menghasilkan tampilan kemasan yang menarik. Sedang untuk
menutup lubang kemasan, dapat digunakan alat pengempa panas tipe manual
[Gambar 20]. Jika diinginkan usia simpan kopi bubuk yang lebih lama,
oksigen di dalam kemasan dapat dikurangi ke tingkat yang paling rendah
[<>
Proses
pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan
kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan.
Ketiganya dilakukan oleh tiga operator secara berurutan. Sedangkan,
labeling tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah seluruh tahapan proses
pengemasan selesai. Kemampuan pengemasan tipe manual adalah 90 buah per
jam untuk kemasan aluminum berat 250 g dan 150 buah per jam untuk
kemasan plastik berat 50 g.
Gambar 3.20. Alat pengemas dan pengemas vakum
Proses
pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan
kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan.
Ketiganya dilakukan oleh tiga operator secara berurutan. Sedangkan,
labeling tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah seluruh tahapan proses
pengemasan selesai. Kemampuan pengemasan adalah 90 buah per jam untuk
kemasan aluminum berat 250 g dan 150 buah per jam untuk kemasan plastik
berat 50 g.
b.5. Pengepakan
Untuk
mempermudah pemasaran dan distribusi ke konsumen, kemasan kopi bubuk
atas dasar jenis mutu, ukuran kemasan dan bentuk kemasan dimasukkan dan
dimuat di dalam kardus [karton]. Kardus diberi nama perusahan, merek
dagang dan label produksi yang jelas. Tumpukan kardus kemudian disimpan
di dalam gudang dengan sanitasi, penerangan dan ventilasi yang cukup.
Proses
pengemasan secara manual dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu memasukkan
kopi bubuk ke dalam kemasan, menimbang kemasan dan menutup kemasan.
Ketiganya dilakukan oleh tiga operator secara berurutan. Sedangkan,
labeling tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah seluruh tahapan proses
pengemasan selesai. Kemampuan pengemasan adalah 90 buah per jam untuk
kemasan aluminum berat 250 g dan 150 buah per jam untuk kemasan plastik
berat 50 g.
b.6. Pengawasan proses dan pengawasan mutu
Kopi
bubuk adalah bahan minuman yang selain memberikan kenikmatan harus juga
aman bagi konsumen. Selain tahapan proses pengolahan harus jelas,
kriteria mutu harus didefinisikan secara jelas sehingga pada saat
terjadi penyimpangan, suatu tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat
segera dilakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar